Ilmu astronomi berkembang seiring dengan kebutuhan penjelajahan kaum
Muslim ke berbagai belahan dunia. Pasalnya, astronomi bermanfaat untuk
navigasi dalam upaya menjangkau negerinegeri yang jauh dari wilayah
kekuasaan Islam. Dengan demikian, astronomi membantu mengembangkan misi
dakwah Islam, juga memperkuat perkembangan ilmu pengetahuan umat. Dalam
proses menggapai dua misi itu, tak jarang umat Islam harus berhadapan
dengan pasukan musuh yang menghadang.
Maka dibutuhkan pasukan perang yang kuat dengan bekal pengetahuan
perbintangan yang mumpuni. Dalam satu dekade sejak penaklukan Mesir,
umat Islam berhadapan dengan Byzantium (Kekaisaran Romawi). Dalam
persaingan itu, umat Islam berhasil menguasai Laut Tengah bagian timur,
yakni Cyprus sekitar tahun 30 H (649 M), dan Rhodes pada tahun 52 H (672
M).
Pada saat itu, Kekaisaran Romawi memiliki armada angkatan laut yang
hebat dan kuat di Laut Tengah. Mereka menjadi salah satu kekuatan
militer terkuat di dunia pada zamannya. Maka, umat Muslim berpikir
bagaimana cara melawan angkatan laut yang tak terkalahkan itu. Sejak
saat itulah dibentuk armada angkatan laut Muslim. Di sini navigasi
diperlukan untuk menuntun arah hingga ke tempat-tempat yang mereka tuju.
Kaum Muslim berkeyakinan, makin teliti seorang navigator dalam
menentukan posisinya di tengah laut, berdasarkan peredaran matahari,
bulan, atau bintang, makin tinggi pula akurasi perhitungan waktu dan
tempat yang dituju. Dengan demikian, persiapan logistik selama
perjalanan pun dapat dilakukan secara lebih matang.
Ada kaidah berbunyi Ma laa yatimmul waajib illaa bihi, fahuwa wajib (apa
yang mutlak diperlukan untuk menyempurnakan sesuatu kewajiban, hukumnya
wajib pula). Kaidah ini menjadi pedoman bagi kaum Muslimin dalam
menyiapkan peperangan melawan Kaisar Romawi ketika itu.
Mereka mulai mempelajari teknik perkapalan, navigasi dengan astronomi
maupun kompas, dan mesiu. “Bangsa Arab sangat cepat menanggapi kebutuhan
akan angkatan laut yang kuat untuk mempertahankan dan mempersatukan
daerah kekuasaannya,” jelas Ahmad Y. Al-Hassan dan Donald R Hill dalam
karyanya Islamic Technology: An Illustrated History.
Selama era kekuasaan Bani Ummayah, Khalifah Mu’awiyah (602M-680M)
berusaha memulihkan kembali kesatuan wilayah Islam. Setelah berhasil
mengamankan situasi dalam negeri, Mu’awiyah segera mengerahkan pasukan
untuk perluasan wilayah kekuasaan.
Penaklukan Afrika Utara (647 M- 709 M) merupakan peristiwa penting dan
bersejarah selama masa kekuasaannya. Gubernur Mesir kala itu, Amr Ibnu
Ash, merasa terganggu oleh kekuasaan Romawi di Afrika Utara. Karenanya,
Amr Ibnu Ash mengerahkan pasukan di bawah pimpinan Jenderal Uqbah untuk
menaklukkan wilayah Afrika Utara itu.
Pasukan Uqbah akhirnya berhasil menguasai Kairowan hingga ke bagian
selatan wilayah Tunisia. Khalifah Mu’awiyah kemudian membangun benteng
untuk melindungi kota Kairowan dari serangan pasukan Berber dan
menjadikan kota Kairowan sebagai ibukota propinsi Afrika Utara.
Mu’awiyah tercatat sebagai pendiri armada angkatan laut Islam. Ia pernah
menjabat sebagai Gubernur Syria, ketika kekhalifahan Islam dipimpin
oleh khalifah rasyidah ketiga, Ustman bin Affan. Selama itu pula
Mu’awiyah telah memiliki lima puluh armada laut yang tangguh. Pasukan
laut ini akhirnya berhasil menaklukkan Cyprus (649 M), Rhodes (672 M),
dan kepulauan lainnya di sekitar Asia Kecil.
Dengan penaklukan Afrika Utara (647 M- 709 M) dan Spanyol (705-715 M),
kirakira 40 tahun kemudian, armada angkatan laut Islam di seluruh Laut
Tengah menjelma sebagai yang terkuat dan tak terkalahkan hingga dua abad
berikutnya. Pasukan ekspedisi dari Afrika Utara menduduki Sisilia pada
tahun 211 H (837 M). Angkatan laut tersebut hingga masuk ke wilayah
pantai Italia dan Prancis Selatan.
Armada laut Turki Ustmani
Berselang beberapa abad kemudian, Kesultanan Ustmani (Ottoman) juga
mampu mengalahkan kekuatan Kaisar Romawi. Mereka berhasil menundukkan
Konstantinopel (ibu kota Kekaisaran Byzantium) pada tahun 1453. Sejak
itu, pemerintahan Ustmani mulai mengembangkan Istanbul (kota Islam)
menjadi pusat pelayaran.
Bahkan, Sultan Muhammad II pun menetapkan lautan dalam Golden Horn
sebagai pusat industri dan gudang persenjataan maritim. Dia juga
mengangkat komandan angkatan laut, Hamza Pasha, untuk membangun industri
dan gudang persenjataan laut.
Kesultanan Ustmani juga membuat sebuah kapal di Gallipoli Maritime
Arsenal. Dengan komando Gedik Ahmed Pasha (tahun 1480 M), Kesultanan
Ustmani memperkokoh basis kekuatan lautnya di Istanbul. Maka tak heran,
jika marinir Turki mendominasi Laut Hitam dan menguasai Otranto.
Pada era kekuasaan Sultan Salim I (1512 M-1520 M), Kesultanan Turki
Ustmani memodifikasi pusat persenjataan maritim di Istanbul. Salim I
berambisi menciptakan negara yang kuat, tangguh di darat dan laut. Ia
bertekad memiliki angkatan laut yang besar dan kuat untuk menguasai
lautan.
Pembangunan dan perluasan pusat persenjataan maritim pun dilakukan dari
Galata sampai ke Sungai Kagithane di bawah pengawasan Laksamana Cafer.
Pembangunan dan perluasan ini rampung pada tahun 1515 M. Proyek besar
ini menyedot dana hingga sekitar 50 ribu koin.
Selain mengembangkan pusat persenjataan Maritim Istanbul, Sultan Salim I
juga memerintahkan membuat beberapa kapal laut berukuran besar. Selang
beberapa tahun kemudian, sebanyak 150 unit kapal selesai dibuat. Dengan
kekuatan yang dahsyat itu, Sultan Salim I pernah mengatakan, “Jika
Scorpions (pasukan Kristen) menempati laut dengan kapalnya, jika bendera
Paus dan raja-raja Prancis serta Spanyol berkibar di Pantai Trace, itu
semata-mata karena toleransi kami.”
Dengan memiliki armada kapal laut terbesar di dunia pada abad ke-16 M,
Turki Ustmani telah menguasai Laut Mediterania, Laut Hitam, dan Samudera
Hindia. Tak heran, bila kemudian Turki Ustmani kerap disebut sebagai
kerajaan yang bermarkas di atas kapal laut. Ambisi Sultan Salim I
menguasai Lautan akhirnya tercapai.
Bahkan, sekembalinya Sultan Salim I dari Mesir, ia berpikir kembali akan
pentingnya membangun kekuatan di lautan yang lebih kuat. Sebelumnya,
kekuasaan Ustmani Turki telah menguasai pelabuhan penting di Timur
Mediterania, seperti Syiria dan Mesir. Gagasan Sultan Salim I ini terus
dikembangkan oleh sultan-sultan berikutnya. Berkat kehebatannya, Turki
Ustmani sempat menjadi adikuasa yang disegani bangsa-bangsa di dunia,
baik di darat maupun di laut.
Mengenal Tipe Kapal Perang
Seiring berkembangnya teknologi navigasi, teknologi perkapalan pun
berkembang pesat di dunia Islam. Teknologi perkapalan merupakan kekuatan
industri dunia terbesar di abad pertengahan. Ketika itu, umat Islam
memiliki begitu banyak pelabuhan yang ramai dan padat.
Dan di sepanjang daerah pantai kota-kota Islam banyak berdiri
pusat-pusat pembuatan dan perakitan kapal. Setiap negeri Muslim
menciptakan kapal dengan model dan jenis yang berbeda-beda. Selain
membuat kapal untuk tujuan berniaga, pada era itu umat Islam juga gencar
membuat kapal-kapal perang.
Kapal perang dibangun untuk memperkokoh pertahanan wilayah kekuasaan
kekhalifahan Islam di lautan. Sehingga, ketika itu kekhalifahan Islam
tak hanya tangguh di darat, namun juga kuat di lautan. Begitu sulit
untuk dikalahkan. Kapal perang didesain lebih ramping dan dikendalikan
dengan layar atau dayung. Sedangkan, kapal niaga dibangun dengan cukup
lebar.
Rancangan seperti itu sengaja dibuat agar kapal dapat membawa barang
dalam jumlah yang banyak. Pada masa itu, kapal perang yang paling besar
sanggup menampung sekitar 1.500 pasukan. Sedangkan kapal dagang yang
besar mampu menampung 1.000 ton barang.
Menurut Al-Hasan dan Hill, pada mulanya kapal-kapal perang tersebut
dibuat di Mesir dan Syria oleh para ahli pembuat kapal nomor wahid.
Konstruksi kapal dibuat sama dengan kapal-kapal yang dibuat oleh
angkatan laut Byzantium. “Para kelasi direkrut dari penduduk setempat,
tetapi para tentara yang membawahi mereka adalah orang-orang Arab,”
jelas Al-Hassan dan Hill.
Seiring berjalannya waktu, dunia perkapalan semakin maju. Bahkan
pembuatan kapal serta perlengkapan angkatan laut secara keseluruhan
menjadi mata usaha orang-orang Islam kala itu. Akibatnya, kaum Muslimin
menjadi ahli dalam kedua cabang keahlian yang berkaitan dengan kelautan
itu. Mereka tercatat membuat beberapa kemajuan penting. Kapal-kapal yang
besar mampu mereka hasilkan. Bahkan mereka merancang kapal perang besar
seperti shini, kapal besar (galley) yang digerakkan dengan 143 dayung.
Pada tahun 326 H (972 M), papar Al-Hasan dan Hill, Khalifah Mu’izz Din
Allah dari Dinasti Fathimiyyah menjadi pimpinan pembuatan 600 kapal di
galangan kapal Maqs di Mesir. Salah satu kapal besar lainnya tipe
buttasa, sebuah kapal layar yang dapat menopang sebanyak 40 layar.
“Salah satu kapal jenis ini membuat rekor dengan kemampuannya memuat
1.500 orang termasuk awak dan tentara,” ungkap Al-Hasaan dan Hill.
Adapun jenis kapal lainnya adalah ghurab (secara harafiah berarti
gagak). Dinamai demikian mungkin berdasarkan bentuk haluan kapal
tersebut. Jenis lainnya adalah kapal shallandi, kapal dengan dek lebar
yang digunakan untuk membawa muatan. Dua nama kapal tersebut sampai ke
Eropa, bahkan masuk ke dalam kosakata bahasa Eropa dan berubah menjadi
corvett dan challand.
Kaum Muslim juga mampu membuat kapal jenis qurqura (bahasa Latinnya
berburu), yakni kapal Cyprus yang besar untuk membawa kebutuhan armada.
Mereka juga menciptakan beberapa kapal kecil yang dirancang untuk
tujuan-tujuan tertentu, seperti kapal untuk suplai barang dan senjata,
kapal untuk komunikasi dari kapal ke pantai, kapal pengintai, dan kapal
untuk pengeran dan penangkapan musuh. “Kebanyakan kapal itu didayung,
tetapi shubbak (perahu nelayan Laut Tengah) selain mempunyai
dayung-dayung dilengkapi pula dengan sejumlah layar,” kata Al-Hassan dan
Hill.
Jenis kapal yang lebih besar bisa digunakan untuk membawa penembak misi
dan mesin-mesin untuk melepaskan bahan peledak dan juga untuk membawa
para awak kapal yang terampil. Ketika teknologi perkapalan belum
canggih, pertempuran laut berlangsung dalam jarak jauh. Namun dalam
perkembangannya, semua kapal dilengkapi jepitan besi untuk merapatkan
pinggiran lambung kapal musuh, sehingga banyak pertempuran pada akhirnya
ditentukan oleh perkelahian berhadap-hadapan antara para awak dan
pelaut yang sedang bertempur.
0 komentar:
Posting Komentar